FSPBUN MINTA PEMERINTAH BEKUKAN PP HOLDING BUMN PERKEBUNAN

posted in: Berita | 0

Logo FSP BUN_New_WarnaKetua Umum FSPBUN (Tuhu Bangun ,SP) yang juga Ketua Umum SPBUN PTPN V Pekanbaru Riau dalam Siaran Pers Senin tanggal 29 September 2014 di Jakarta mengatakan bahwa Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN) yang beranggotakan Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) PTPN I s.d. XIV (Persero), Lembaga, Anak Perusahaan dan DAPENBUN yang beranggotakan lebih dari 350.000 orang yang tersebar diseluruh wilayah provinsi Republik Indonesia, meminta Pemerintah segera mencabut/membekukan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Holding BUMN Perkebunan yang telah ditanda-tangani oleh Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono tanggal 18 September 2014, Meski PP tersebut belum diekspose ke publik, namun telah memunculkan berbagai reaksi dan issue-isue dikalangan masyarakat luas terutama masyarakat Lingkup BUMN Perkebunan. Peraturan Pemerintah ini telah mengusik perhatian dan sekaligus menjadi kekhawatiran seluruh karyawan BUMN Perkebunan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN). Jauh sebelumnya pokok-pokok pikiran Keberatan dan surat Pernyataan Sikap telah disampaikan oleh FSPBUN melalui suratnya yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Susilio Bambang Yudoyono tentang rencana pembentukan Holding BUMN Perkebunan oleh Kementerian BUMN.

Holding BUMN Perkebunan dengan menunjuk PT Perkebunan Nusantara III Medan sebagai induk Holding (Champion Leader) atau dikenal dengan nama Holding Operation sedangkan lainnya menjadi anak Perusahaan Holding BUMN Perkebunan. Dengan demikian berubahlah status PTPN I, II, IV s.d. XIV menjadi anak perusahaan termasuk status karyawan menjadi karyawan swasta, hal ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial, konflik internal ataupun tekanan psikologis.

Beragamnya persoalan dalam mengelola perusahaan perkebunan akan lebih berat jika disatukan dalam satu wadah yang terlalu besar. Berbeda daerah, berbeda komoditi tentu berbeda pula kultur dan budaya didalam masyarakat perkebunan yang padat karya. Tidak sama dengan mengurus Perusahaan jasa seperti pupuk atau semen yang menjadi referensi Holding. Apalagi kita mengetahui permasalahan PTPN I s.d XIV (Persero) saat ini terutama permasalahan Proses sertifikasi Pembuatan/Perpanjangan HGU yang tidak kunjung terbit, penjarahan lahan HGU PTPN oleh oknum yang mengatasnamakan Masyarakat hingga menjadi komplik horizontal bahkan mengakibatkan jatuh korban pihak karyawan PTPN yang juga anggota SPBUN saat mempertahan lahan. Tempat atau ladang mencari nafkah ini oleh Pemerintah Cq Kementerian BUMN akan di swastakan dengan membentuk Holding BUMN Perkebunan, anggota SPBUN PTPN 1 s.d XIV (Persero) khawatir laporan yang selama ini disampaikan melalui surat-surat FSPBUN tidak pernah sampai kepada Presiden, hanya dipendam di kementerian tertentu dan hanya informasi yang baik-baik saja yang dilaporkan kepada Presiden, padahal karyawan PTPN I s.d XIV (Persero) juga rakyat Indonesia yang punya hak yang sama dalam bermasyarakat.
BUMN Perkebunan mempunyai peran penting sebagai perekat bangsa, jangan sampai demi kepentingan oknum pribadi atau kelompok tertentu semata-mata hanya kepentingan bisnis sehingga pekerja yang dirugikan. Pertanyaan besar bagi seluruh karyawan BUMN Perkebunan, Ada apa dengan MENKOEKUIN Chairul Tanjung dan MENTERI BUMN DAHLAN ISKAN yang memaksa harus Holding BUMN Perkebunan pada masa pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II yang penuh dengan masalah didalamnya. Terkait hal ini sebaiknya Aparat Hukum dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit secara keseluruhan dimasing-masing PTPN, karena kalau seluruh PTPN sudah menjadi Swasta tentunya BPK tidak bisa mengaudit, jadi kontrol Pemerintah tidak ada lagi terlebih lebih berubahnya status karyawan menjadi swasta dan besar kemungkinan saham PTPN I, II, IV s.d XIV yang menjadi Anak Perusahaan bisa dijual ke swasta apalagi sekarang posisi saham sudah 90% : 10%. Alasan efisiensi yang bisa meningkatkan dividen bagi Negara hanya cerita BOHONG belaka, karena BUMN Perkebunan tergantung pada produksi yang sangat erat hubungannya dengan kondisi alam dan iklim dimasing-masing daerah belum lagi selama ini persoalan PTPN kepada Daerah hanya menyetor Pajak PBB dan Pajak Badan lainnya sedangkan Deviden tidak pernah dinikmati di Daerah, Ungkap Tuhu Bangun (Ketua Umum FSPBUN) yang mengutip pernyataan anggota dalam rapat kerja organisasi FSPBUN di jakarta pada tanggal 23 Agustus 2014. FSPBUN mengharapkan Pemerintah Daerah, Kabupaten dan Provinsi termasuk DPR dan DPRD Tk I ikut memikirkan bahwa Pembentukan Holding akan merugikan Daerah terlebih-lebih di Daerah Aceh dengan adanya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan (Otonomi) Daerah.

Perusahaan Perkebunan langsung bersentuhan dengan Pemerintah daerah mulai tingkat Pedesaan, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi serta masyarakat disekitarnya, jangan disamakan dengan Perusahaan Jasa lainnya apalagi lahan BUMN Perkebunan sering dijarah baik lahan maupun produksinya. Namun semua itu dengan gigih dipertahankan oleh seluruh karyawan PTPN, mereka rela bertaruh nyawa agar Perusahaan tempat mereka mencari nafkah untuk dirinya dan serluruh keluarganya tetap tegak berdiri. Padahal mereka tinggal dipelosok-pelosok bahkan dipinggiran hutan sekali pun, tentunya sikap ini tidak dimiliki oleh karyawan perusahaan lain di luar BUMN Perkebunan.

Karyawan BUMN Perkebunan bukan kumpulan orang-orang yang cengeng yang selalu bergantung pada Pemerintah. Buktinya sampai dengan saat ini tidak ada satupun Perusahaan Perkebunan yang diakui sebagai milik pemerintah ini merengek-rengek meminta perhatian Pemerintah untuk penambahan modal. Dengan segala cara tetap diupayakan agar perusahaan tetap bisa eksis dengan melakukan kerja sama sinergis diantara satu BUMN Perkebunan dengan BUMN Perkebunan lainnya atau dengan cara Kerja Sama Operasi (KSO).

Dengan dibentuknya Holding BUMN Perkebunan sama saja artinya menganggap karyawan BUMN Perkebunan tidak mampu mengelola usahanya. Perubahan status menjadi anak perusahaan adalah hal yang paling getir yang dirasakan oleh karyawan BUMN Perkebunan diseluruh Indonesia. Karena seperti yang sampaikan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam Sosialisasi Holding BUMN Perkebunan tanggal 15 Agustus 2014 di Auditorium Plaza Mandiri Jakarta yang dihadiri Dewan Komisaris, Dewan Direksi serta Serikat Pekerja BUMN Perkebunan, status PTPN I, II, IV s.d. XIV sama dengan perusahaan swasta lainnya.

Keputusan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Holding BUMN Perkebunan diakhir masa jabatannya adalah keputusan yang sangat tergesa-gesa. Dan kemudian terbitnya PP tersebut dengan tanpa memperhatikan Undang Undang yang terkait khususnya Undang undang Perseroan dan Undang undang Otonomi Daerah serta Peraturan pemerintah lainnya sehingga PP dimaksud tidak berkonsenderan dan/atau tidak tunduk terhadap UU sebelumnya, disisi lain Undang Undang dimaksud belum di cabut dan/atau belum dibatalkan. Tentunya hal ini sangat mencederai kepercayaan masyarakat Perkebunan dan seharusnya pemerintah melakukan kajian-kajian yang mendalam sebelum membentuk Holding BUMN Perkebunan. Pembentukan Holding BUMN Perkebunan akan memutus mata rantai sejarah perkebunan di Indonesia. Apa lagi diakhir masa jabatannya, seharusnya SBY tidak mengambil keputusan untuk menandatangai Peraturan Pemerintah (PP) Holding BUMN Perkebunan.

Tuhu Bangun/ketua Umum FSPBUN bersama pengurus lainnya juga menggambarkan Sejarah telah mengukir kisah perjalanan panjang perkebunan di Indonesia. Mulai dari zaman penjajahan hingga pengambilalihan Perusahaan Perkebunan menjadi Perusahaan Perkebunan Negara. Semua itu telah menghasilkan 3 pilar Perkebunan, yang disebut Tri Darma Perkebunan yaitu :

  1. Mengurangi pengangguran dan/atau membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.
  2. Meningkatkan perekonomian rakyat di seluruh Indonesia khususnya pedesaan (pelosok).
  3. Memberikan sebagian keuntungan (deviden) perkebunan kepada pemerintah untuk menambah Devisa Negara.

Atas dasar Tridharma Perkebunan dimaksud diatas dan pertimbangan melekat atas kehidupan pekerja (masyarakat) dan perusahaan secara berkesinambungan maka Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN) tetap berpegang teguh pada prinsip sebagaimana kami maksud dibawah ini :

  1.  Pembentukan Holding BUMN Perkebunan bukanlah merupakan satu-satunya pilihan untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar dimasing-masing PTPN atau Negara
  2. Dari pengamatan dan fakta di lapangan disimpulkan bahwa, banyaknya permasalahan dan/atau kinerja yang belum tercapai secara optimal dimasing-masing PTPN merupakan KETIDAK TEGASAN Pemerintah maupun penyelenggara perusahaan Perkebunan apa lagi kajian Analisa PROGRAM Holding dilakukan secara tergesa gesa tanpa melibatkan stakeholder pekerja
  3. MENOLAK HOLDING BUMN PERKEBUNAN dengan alasan tidak pada moment yang tepat diakhir masa pemerintahan saat ini (Kabinet Indoneis Bersatu Jilid 2) dan kemudian tujuan serta sasaran, manfaat Holding dimaksud tidak menyentuh pada persoalan yang sesungguhnya sebagaimana yang diharapkan oleh pekerja dan perusahaan perkebunan yang menjadi hambatan maupun tantangan selama ini.
  4. Jika hal ini tetap di paksakan dalam waktu relative singkat pada Masa Jabatan Indonesia Bersatu Jilid 2 dan Peraturan Pemerintah (PP) Holding BUMN Perkebunan tetap diterbitkan pada tanggal 2 Oktober 2014 di Surabaya bertepatan dengan Rapat Pimpinan BUMN (sumutpos.com kamis 25 September 2014), maka Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN) dan seluruh anggota tingkat Daerah maupun Nasional akan menggunakan hak konstitusinya secara organisasi (MOGOK NASIONAL).

FEDERASI SERIKAT PEKERJA PERKEBUNAN NUSANTARA
(FSPBUN)

Ketua Umum

Dto

Tuhu Bangun, SP

Bagikan Artikel ini :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *