Dorong Bentuk Holding Investment Daripada Holding Company

posted in: Berita | 0

Sumber : http://m.indopos.co.id/2014/06/dorong-bentuk-holding-investment-daripada-holding-company.html

edit

JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSP) Bun meminta Kementerian BUMN melakukan evaluasi dan analisa secara komprehensif di seluruh PT Perkebunan Nusantara (PT PN) sebelum dilakukan pembentukan holding company perkebunan.

Kalau Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas tetap ingin membentuk holding company perkebunan, maka ditawarkan system Holding Investment. Artinya, holding yang berdasarkan saling bantu pendanaan tanpa dikuasai satu lembaga, terutama kepada setiap BUMN perkebunan yang terpuruk. Bukan holding dalam arti merger (penggabungan) antarperusahaan.

Ketua FSP Bun Tuhu Bangun mengatakan, pemimpin holding pun jangan sampai dari luar BUMN perkebunan, tapi dari BUMN Perkebunan yang sehat. Karena saat ini, satu dari 14 BUMN Perkebunan banyak yang sehat dengan pendapatan mencapai Rp 2-5 triliun per tahun.

Tapi memang ada juga, kata Tuhu, BUMN perkebunan yang terpuruk. Untuk itu, yang sehat membantu yang terpuruk. Itu dasar dari holding investment yang saling membangu dana tanpa dikuasai satu lembaga.Walaupun, kata dia, untuk penyehatan perusahaan yang terpuruk merupakan peran pemerintah yang reaktif dan proaktif. Apakah perlu dibantu dengan pinjaman dana atau cara lain, seperti sudah banyak dilakukan.

Ada mekanisme lewat bentuk KSO untuk penyehatan, atau penerbitan obligasi atau IPO. Karena perusahaan yang terpuruk itu, nilai Tuhu, bisa jadi karena direksinya yang tidak baik. Jadi tidak serta merta dibentuk holding company. Karena fundamental perusahaan adalah kesejahteraan karyawan. Karyawan adalah rakyat dan ekonomi Negara.

“Kami tidak alergi atau menolak rencana pembentukan holding company perkebunan oleh pemerintah. Kalau pun itu harus dipilih, maka kami berharap yang dipakai bentuk holding investment yang prinsip dasarnya saling bantu. Kalau dilakukan seperti holding kebanyakan, nanti dikhawatirkan pada kondisi karyawan mau jadi apa? BUMN Perkebunan ini berbeda dengan BUMN-BUMN nonperkebunan,” ujar Tuhu kepada wartawan di gedung FSP Bun, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/6).

BUMN Perkebunan, rinci Tuhu, bergerak di sector riil dengan lima sampai enam jenis komoditi, seperti sawit, tebu, dan lainnya. Karena itu, BUMN Perkebunan berada di kawasan pelosok desa. Beda dengan BUMN lain yang berada di kawasan perkotaan yang kantornya sporadis karena kecil pun cukup karena tidak bergerak di bidang operasional fisik.

Seperti BUMN Kereta Api asetnya di terminal, Angka Pura asetnya di Bandara, dan seterusnya. Seiring dengan harapan agar dipilihnya bentuk holding investment, lanjut Tuhu, diharapkan pemerintah lebih dulu melakukan evaluasi analisa secara komprehensif.

“Jadi tidak serta merta yang bias menimbulkan keresahan pada karyawan. Ini sudah banyak terjadi. Kementerian BUMN harus menyampaikan pada karyawan dan duduk bersama. Karena maju mundurnya perushaaan bukan pada pemegang saham, tapi pada kinerja perushaaan itu sendiri. Kalau kinerjanya buruk, misalnya, bias jadi direksinya yang tidak baik,” pungkasnya. (ers)

Bagikan Artikel ini :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *