UU Peradilan Pertanahan Antisipasi Sengketa Lahan

posted in: Berita | 0

Undang-undang (UU) tentang peradilan pertanahanan untuk menangani permasalahan pertanahan di PTPN perlu dibuat segera karena sering terjadi sengketa lahan di PTPN akhir-akhir ini. Dalam UU tersebut, agar dibuat hal-hal yang lebih spesifik masalah pertanahan, bukan seperti pada peradilan umum lainnya.

Tuhu Bangun, Ketua Umum FSPBUN, Dewan Pengawas DAPENBUN

UU ini sangat penting untuk menyelesaikan permaslahan lahan Hak Guna Usaha (HGU). Sengketa lahan/pertanahan di Indonesia saai ini sudah seperti gunung es yang akan segera mencair. Oleh karena itu, perlu DPR RI membuat UU pertanahan agar tidak semakin bertambah masalah. Sengketa lahan ini terjadi sdalah satunya pernah disaksikan Ketua DPR RI, Marzuki ali saat bertemu dengan wakil masyarakat desa Paya Bagas dan wakil kelompok tani Bandar Rejo, Desa Naga Kesiangan Sumatra Utara. Dalam RUU Pertanahan yang akan diajukan mendorong agar dibuat sebuah peraadilan pertanahan khusu menangani lahan PTPN, dimana dalam peradilan tersebut akan membicarakan permasalahan tanah yang lebih spesifik lagi disbanding peradilan umum.

Tuhu Bangun, ketua Umum FSPBUN yang juga Dewan Pengawas DAPENBUN mengingatkan, UU pertanahan ini penting dibuat, khusus menangani permasalahan perpanjangan HGU di PTPN. Untuk itu diharapkan, dengan adanya Undang-undang Khusus pertanahan akan dapat menuntaskan permasalahan dengan cepat. Sebagai contoh, tanah HGU yang dimiliki PTPN III sejak puluhan tahun lalu (jaman Belanda) adalah nyata dan jelas, tetapi masyarakat saat ini malah mengakui bahwa lahan itu bukan bagian dari PTPN. Khususnya disektor perkebunan dalam rangka meningkatkan produktifitas secara berkesinambungan Tuhu berpendapat agar : (1) Pemerintah dapat menaikan atau menyertakan permodalan PTPN masing-masing dalam rangka perbaikan asset-aset peninggalan Belanda seperti Pabrik-pabrik. (2) Peningkatan modal terhadap biaya pemeliharan tanaman, sehingga kultur telknis berkaitan dengan produksi sesuai dengan standar. (3) peningkatan biaya kepada Riset, sehingga kualitas itu dapat diperoleh secara maksimal sesuai dengan rekomendasi. (4) Peningkatan pengelolaan biaya SDM, “jika ke –empat poin diatas dapat dilaksanakan tentu produktivitas masing-masing PTPN akan optimal, ‘Ungkap Tuhu.

 

Reformasi BPN

Tuhu menilai sudah saatnya BPN merepormasi dirinya agar tegas memberikan putusan. Menurut Tuhu, dirinya akan terus memperjuangkan perpanjangan HGU PTPN ke depan, Karena tanah itu jelas HGU yang dapat dipakai untuk kelanjutan usaha, khususnya pekerja dan batihnya sebagai anggota FSPBUN. “saya akan terus membenahi/memperbaiki kinerja anggotanya diseluruh Indonesia agar lebih baik lagi, termasuk dalam penerbitan perpanjangan HGU yang dikeluarkan BPN, “Jelas Tuhu Bangun. Tuhu tidak sependapat dengan pernyataan Ketua DPR Marzuki Ali, dimana menyatakan agar dari setiap penerbitan HGU baru untuk PTPN wajib memberikan/menghibahkan sebesar 20% kepada masyarakat petani. Tuhu mengusulkan untuk proses penerbitan HGU yang di ajukan oleh pemohon, perlu diaudit diukur ulang kemudian diberikan kepada BPN dan BPN yang mengeluarkan HGU agar besarannya klop dengan kenyataan di lapangan. Tuhu bangun sangat setuju bila segera dibuat UU pertanahan yang pro PTPN, karena harus dipikirkan bagaiman untuk menghidupi anggota FSPBUN sebanyak 350.000 orang karyawan agar merasa aman dan terlindungi. ‘Saya berharap UU pertanahan ini bisa menyelsaikan permasalahan pertanahan, khussu di PTPN. Apalagi sampai saat ini masih banyak permasalahan tanah khusus HGU PTPN di BPN ada sekitar 8000 kasus sengketa tanah, dimana 4000 kasus sudah diselesaikan, sedangkan yang masuk ke DPR ada sebanyak 126 kasus baru.” Ungkap Tuhu.

 

HGU harus dipertahankan

Sekretaris Jenderal FSPBUN yang juga Dewan Pengawas DAPEBUN, Hasan BAsri mengatakan terkait HGU, memang benar bahwa PTPN I s.d XIV hidupnya dari keberadaan lahan HGU . “kalau kita lihat saat ini hampir semua PTPN I s.d XIV HGU tersebut selalu bermasalah dan dipermasalahankan oleh oknum yang mengatasnamakan masyarakat, mengaku bahwa tanah itu adalah tanah mereka/nenek moyangnya dengan cara menyerobot dan menggarap secara tidak syah,’ Ungkap Hasan.

Basri menyampaikan, PTPN mendukung HGU diselesaikan walaupun semua itu adalah kewenangan manajemen. “Namun karyawan PTPN I s.d XIV yang notabene anggota SPBUN, wajib mempertahankan tanah tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Kalau HGU ini tidak dipertahankan , maka habislah lahan tempat untuk tanaman jenis komoditi PTPN dan akhirnya perusahaan bubar. Akan kemana karyawan PTPN sebanyak 350.000 orang ditampung?. Selain permasalahan HGU diatas, juga ditambahlagi hadirnya UU no. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Nah, ini jelas akan membuka peluang bagi masyarakat yang ingin menyatakan kehendak mereka.” Kata Hasan. Terkait wacana ketua DPR yang menyatakan dari setiap pembukaan lahan baru agar diberikan sebesdar 20% areal kepada Masyarakat. Dengan PIR itu, menurut Hasan, sah-sah saja akan tetapi untuk perpanjangan HGU tidak ada hubungannya. Basri mengatakan, pada umumnya lahan di PTPN hamper semua bermasalahan antara lain dalam proses perpanjangan HGU sangat lamban penyelesaiannya, walaupun sebenarnya telah diajukan dari jauh-jauh hari dan diusulkan sesuai dengan sitem masa berlaku HGU selama 25 tahun. “tetapi dalam prakteknya ditunggu sampai dengan kurun waktu 5 tahun belum juga selesai, “kata Basri. Pemerintah seharusnya punya pandangan dan berpikir, bahwa karyawan PTPN juga termasuk rakyat yang membutuhkan hidup dan karyawan ini hidup dari lahan PTPN itu sendiri.

 FOTO FSP BUN_EDITki-ka : Hasan Basri (Sekjen); Tuhu Bangun (Ketuam); Dahlan Iskhan (Meneg BUMN); Fauzy Yusuf (Penasehat)

 

Desak DPR RI Setujui UU Perkebunan

Sejalan dengan usulan Ketua Umum FSPBUN sebagai Dewan Pengawas DAPENBUN agar DPR RI membuat UU Pertanahan yang spesifik untuk pertanahan. Para Direksi PTPN mendesak agar dibuat UU Perkebunan. Sejumlah Direksi PTPN mengeluhkan maraknya penjarahan hasil produksi perkebunan oleh agen-agen liar untuk dijual kepada para penadah, bahkan disinyalir ditampung oleh industry pengolahan swasta. Mencermati kondisi tersebut, banyak PT Perkebunan (Swasta) yang tidak mempunyai lahan sendiri, mereka mendapatkan hasil produksi bukan dari kebun sendiri. Ini akan merangsang agen liar dan mendorong penjarahan produksi, “kata Dirut PTPN I, Wargani.

Wargani juga mengusulkan agar draft RUU perkebunan mencantumkan keharusan bagi perusahaan perkebunan untuk memiliki lahan sendiri. Selain itu, adanya aturan tata kapasitas yang selama ini memberikan dispensasi bagi pabrik dengan kapasitas tertentu untuk tidak memrlukan izin, diusulkan agar dihapus. “Dengan kapasitas berapapun harus mempunya izin,” Kata Wargani. Agar lebih tegas lagi dalam penyikapan terhadap penjarahan, Wargani mengusulkan agar dalam RUU perkebunan dimasukan juga larangan untuk menadah hasil produksi jarahan. Larangan menadah itu tidak saja dikenakan kepada perusahaan-perusahaan yang bergerak diindustri pengolahan. RUU Perkebunan yang kini sdang diproses DPR merupakan revisi UU no 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Revisi diperlukan karena MK telah membatalkan ketentuan pasal 21 dan pasal 47 ayat 1 UU tersebut pada 19 September 2011. Adapun ketentuan pasal 21 UU itu berisikan larangan bagi setiap orang yang melakukan segala tindakan, yang dianggap dapat menggangu jalannya aktivitas perkebunan. MK menganggap rumusan dalam pasal 21 terlalu luas dan tidak rigid, sehingga mudah disalahgunakan dalam implementasinya.

 Sumber : Majalah GlobalReview Edisi Desember 2013 hal 58 & 59

Bagikan Artikel ini :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *