Transformasi BPJS

posted in: Berita | 0

Dikutip dari : http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387

Tanggal : 30 September 2013

Transformasi BPJS

Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober 2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia.

UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.  BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.  BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial – PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS.  UU BPJS telah menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan.  UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) dan mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.

1. Perintah Transformasi

Perintah transformasi kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial diatur dalam UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).  Penjelasan Umum alinea kesepuluh UU SJSN menjelaskan bahwa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dibentuk oleh UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru.

Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).  UU BPJS adalah pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005.

Penjelasan Umum UU BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi.  Kedua pasal ini mengamanatkan pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero),  PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero) dan PT TASPEN (Persero) menjadi BPJS.  Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban.

2. Makna Transformasi

UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS.  Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial.  Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi.

 2.1 Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial

BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN.  Keempatnya adalah badan hukum privat yang dirikan sesuai ketentuan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Misi yang dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk pada peraturan perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi berbagai kelompok pekerja.  Walaupun program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat kerja para pekerja.

Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja.[1]  Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.[2]

Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN, penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja.[3]  Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas penghasilan yang layak.[4]

Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merepresentasikan Negara dalam mewujudkan hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas pengidupan yang layak.  Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab Negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3)[5] dan Pasal 34 ayat (2)[6].  Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia.[7]  BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[8]

Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peserta.[9]

Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD NRI 1945.  Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.[10]  Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional sebagaiman diuraikan di atas.

2.2 Perubahan Badan Hukum

Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial – PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada pemegang saham.  Keempatnya bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)[11].

Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. [12]

Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan Undang-undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS.  Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.[13]

RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.

Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara.  Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS.

Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS.[14]   Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden[15].  Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden.  Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR.  Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh masyarakat.

Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial.  Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta.  Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat peraturan-peraturan yang mengikat publik.

Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden.  BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat  30 Juni tahun berikutnya.

Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi.  Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara.  Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS.  Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS.

 

Tabel 1.  Karakteristik BPJS sebagai badan hukum publik

BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)
  2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)
  3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
  4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)
  5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS)
  6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)
  7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).
  8. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).

3. Proses Transformasi

UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero)[16].  Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi [17],  dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.[18]  Namun, UU BPJS tidak jelas mengatur apakah ketentuan ini juga berlaku bagi pembubaran dan transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).

Proses transformasi keempat BUMN Persero tersebut tidaklah sederajat.  Ada tiga derajat transformasi dalam UU BPJS.

Tingkat tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas mengubah PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, membubarkan PT JAMSOSTEK (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK.

Tingkat kedua adalah transformasi tidak tegas. UU BPJS tidak secara eksplisit mengubah PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, maupun pencabutan peraturan perundangan terkait pembentukan PT ASKES (Persero). UU BPJS hanya menyatakan pembubaran PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan sejak beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014.  Perubahan PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan tersirat dalam kata pembubaran PT ASKES (Persero) dan beroperasinya BPJS Kesehatan.

Tingkat ketiga adalah tidak bertransformasi.  UU BPJS tidak menyatakan perubahan maupun pembubaran PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).  UU BPJS hanya mengalihkan program dan fungsi kedua Persero sebagai pembayar pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan selambatnya pada tahun 2029.  Bagaimana nasib kedua Persero tersebut masih menunggu rumusan peraturan Pemerintah yang didelegasikan oleh Pasal 66 UU BPJS.

Di samping terdapat tingkatan transformasi, UU BPJS menetapkan dua kriteria proses transformasi BPJS.  UU BPJS memberi tenggat 2 tahun  sejak pengundangan UU BPJS pada 25 November 2011 kepada PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) untuk beralih dari Perseroan menjadi badan hukum publik BPJS.  Namun, saat mulai beroperasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terpaut 1,5 tahun.

Kriteria pertama adalah transformasi simultan.  PT ASKES (Persero) pada waktu yang sama bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan beroperasi. Mulai 1 Januari 2014 PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan pada saat yang sama BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sesuai ketentuan UU SJSN.

Kriteria kedua adalah transformasi bertahap.  PT JAMSOSTEK (Persero) bertransformasi dan beroperasi secara bertahap.  Pada 1 Januari 2014, PT JAMSOSTEK (Persero) bubar dan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, namun tetap melanjutkan penyelenggaraan tiga program PT JAMSOSTEK (Persero) – jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua.  BPJS Ketenagakerjaan diberi waktu 1,5 tahun untuk menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program tersebut dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun ke dalam pengelolaannya. Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan telah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai UU SJSN.

3.1 Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS Kesehatan

Masa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013.  Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kes.

Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:

  1. penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan
  2. sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan
  3. penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN.
  4. Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
  5. Kordinasi dengan KemHan,TNI dan POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.
  6. koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek.

Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan, mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:

  1. laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
  2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,
  3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.

Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi  pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi.  Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.

Pada saat yang sama, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit kantor akuntan publik.  Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kes dan laporan keuangan pembuka dana jaminan kesehatan.  Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.

Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas.  Kementerian Pertahanan,TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.  PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja.

3.2 Transformasi PT JAMSOSTEK (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan

Berbeda dengan transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013.  Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.

Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.

Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:

  1. pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan
  2. pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan.
  3. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.
  4. pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.

Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:

  1. laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
  2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,
  3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.

Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero),  pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.  Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan.  Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.

Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.  Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan.

Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru.  Penyelenggaraan ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3  Tahun 1992 tentang Jamsostek.

Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN.  Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.  BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.

Untuk pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi.[19]  Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.

3.3 Transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan

UU BPJS tidak membubarkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero), juga tidak mengalihkan kedua Persero tersebut menjadi BPJS.  UU BPJS tidak mengatur pembubaran badan, pengalihan asset dan liabilitas, pengalihan pegawai serta hak dan kewajiban PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).

UU BPJS hanya mengalihkan fungsi kedua Persero, yaitu penyelenggaraan program perlindungan hari tua dan pembayaran pensiun yang diselenggarakan oleh keduanya ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029.  UU BPJS mendelegasikan pengaturan tatacara pengalihan program yang diselenggarkan oleh keduanya ke Peraturan Pemerintah.[20]  Berikut kutipan ketentuan yang mengatur pengalihan program ASABRI dan program TASPEN:

Pasal 65 ayat 1, “PT ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.”

Pasal 65 ayat 2, “PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.”

UU BPJS mewajibkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) untuk menyusun roadmap tansformasi paling lambat tahun 2014.[21]

4. Kelengkapan Peraturan Perundangan

Transformasi PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS memerlukan koridor hukum yang diatur oleh peraturan pelaksanaan UU BPJS.  Untuk penyelenggaraan program, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan memerlukan peraturan pelaksanaan UU SJSN.

4.1 Peraturan Pelaksanaan UU BPJS

Telah enam berlalu sejak pengundangan UU BPJS, belum satupun peraturan pelaksanaan UU BPJS selesai diundangkan. Terdapat duapuluh satu pasal UU BPJS mendelegasikan pengaturan teknis operasional ke peraturan di bawah undang-undang. Delapan pasal mendelegasikan peraturan pelaksanaan ke dalam Peraturan Pemerintah. Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Presiden. Satu pasal mendelegasikan ke Keputusan Presiden. Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS. Dua pasal mendelegasikan ke Peraturan Direktur dan 1 pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan Pengawas.

Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Pemerintah untuk mengatur hal-hal di bawah ini:

  1. Tata cara pengenaan sanksi administratif  kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara dan setiap orang yang tidak mendaftarkan diri kepada BPJS; pendelegasian dari pasal 17 ayat (5).
  2. Besaran dan tata cara pembayaran iuran program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf b.
  3. Sumber aset BPJS dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal 41 ayat (3).
  4. Sumber aset dana jaminan sosial dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal 43 ayat (3).
  5. Presentase dana operasional BPJS dari iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil pengembangan; pendelegasian dari pasal 45 ayat (2).
  6. Tata cara hubungan BPJS dengan lembaga-lembaga di dalam negeri dan di luar negeri, serta bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi/lembaga internasional; pendelegasian dari pasal 51 ayat (4).
  7. Tatacara pengenaan sanksi administratif kepada anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan larangan; pendelegasian dari pasal 53 ayat (4).
  8. Tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan; pendelegasian dari pasal 66.

 

Delapan pasal mendelegasikan ke Peraturan Presiden untuk mengatur hal-hal di bawah ini:

  1. Tata cara penahapan kepesertaan wajib bagi Pemberi Kerja untuk mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti; pendelegasian dari pasal 15 ayat (3).
  2. Besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf a.
  3. Tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi; pendelegasian dari pasal 31.
  4. Tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu; pendelegasian dari pasal 36 ayat (5).
  5. Bentuk dan isi laporan pengelolaan program; pendelegasian dari pasal 37 ayat (7).
  6. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi; pendelegasian dari pasal 44 ayat (8).
  7. Daftar pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI dan tidak dialihkan kepada BPJS Kesehatan; pendelegasian dari pasal 57 huruf c dan pasal 60 ayat (2) huruf b.

Satu pasal mendelegasikan ke keputusan Presiden untuk menetapkan keanggotaan panitia seleksi untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi; pendelegasian dari pasal 28 ayat (3).

Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS untuk mengatur pembentukan unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta serta tatakelolanya;  pendelegasian dari pasal 48 ayat (3).

Dua pasal mendelegasikan ke Peraturan Direktur untuk mengatur:

  1. Tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi; pendelegasian dari pasal 24 ayat (4).
  2. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi karyawan BPJS; pendelegasian dari pasal 44 ayat (7).

Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan Pengawas untuk mengatur tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas.

4.2 Peraturan Pelaksanaan UU SJSN

Setelah hampir delapan tahun pengundangan UU SJSN pada 19 Oktober 2004, baru satu perintah pendelegasian yang dilaksanakan dari 22 pasal yang memerintahkan pengaturan lanjut materi muatan UU SJSN.  Perintah yang telah dilaksanakan adalah pembentukan Peraturan Presiden tentang susunan organisasi dan tatakerja Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).  Perintah lainnya yang telah dilaksanakan adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUU-III/2005, yaitu membentuk UU BPJS.

Duapuluh satu perintah pengaturan lanjut tentang penyelenggaraan jaminan sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Tujuh Peraturan Pemerintah:

  1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
  2. Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
  3. Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
  4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kematian
  5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial
  6. Tata cara pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial
  7. Cadangan Teknis

Dua Peraturan Presiden:

  1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
  2. Penahapan pendaftaran peserta

5. Penutup

Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan penyelenggara jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, keberhasilan transformasi bergantung pada ketersediaan peraturan pelaksanaan yang harmonis, konsisten dan dilaksanakan secara efektif.  Kemauan politik yang kuat dari Pemerintah dan komitmen pemangku kepentingan untuk melaksanakan trasnformasi setidaknya tercermin dari kesungguhan menyelesaikan agenda-agenda regulasi yang terbengkalai.

Peraturan perundangan jaminan sosial yang efektif akan berdampak pada kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi badan penyelenggara.   Publik hendaknya dapat melihat dan merasakan bahwa transformasi badan penyelenggara bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan SJSN, sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.  Pembangunan dukungan publik diiringi dengan sosialisasi yang intensif dan menjangkau segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya penyelenggaraan SJSN dan penataan kembali penyelenggaraan program jaminan sosial agar sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan sosial yang universal, sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan UU SJSN.


Daftar Pustaka

  1. UUD NRI 1945
  2. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
  3. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
  4. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
  5. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
  6. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
  7. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
  8. UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
  9. PP No. 42 Tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota POLRI

 


[1]Penjelasan Umum alinea ke-2 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

[2]Penjelasan Umum alinea ke-7 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

[3]Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

[4]Pasal 49 dan Pasal 50 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 5 huruf a dan huruf i PP No. 42 Tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota POLRI

[5]Pasal 28 H ayat (3) UUD NRI 1945:”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.

[6]Pasal 34 ayat (2)UUD NRI 1945: ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

[7]Penjelasan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004.

[8]Penjelasan Pasal 3 UU No. 40 Tahun 2004.

[9]Pasal 4 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN

[10]Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b dan Pasal 12 huruf b  UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

[11]Pasal 13 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

[12]Pasal 10 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan Pasal 7 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

[13]Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, Pasal 5 dan Pasal 7 UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS

[14]Pasal 20, Pasal 22 ayat (1), Pasal 24 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

[15]Pasal 23 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

[16]Pasal 67 UU NO. 24 Tahun 2011

[17]Pasal 142 ayat (2) huruf a UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[18]Pasal 64 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

[19]Pasal 63 UU No. 24 Tahun 2011

[20]Pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 24 Tahun 2011

[21]Penjelasan Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011

 

 

Bagikan Artikel ini :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *